Salam GGCG (Good Governance, Clean Government)....
Salah satu Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah(APIP), selain memberikan jasa Assurance dan Consulting, adalah memberikan jasa Anticorruption Activity (Kegiatan Anti Korupsi). Deteksi Dini atas Potensi adanya Kecurangan (Fraud) merupakan salah satu tanggung jawab APIP sehingga penyelenggaraan Pemerintahan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan sesuai peraturan yang berlaku. Deteksi dini atas Potensi Fraud ini dapat memanfaatkan situs opentender.net yang dikelola oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Gambar dibawah ini dicapture dari situs diatas dengan data tender pada Entitas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang dapat disortir berdasarkan Skor PFA (Potential Fraud Analysis), dengan catatan bahwa semakin tinggi Skor PFA, maka semakin berpotensi akan adanya Fraud dalam Pengadaan barang dan jasa, yaitu dengan rincian berikut ini:
Indikator dalam Skor PFA yang dikembangkan oleh ICW adalah:
Melalui situs opentender.net diatas, ada beberapa Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan KESDM yang berpotensi besar akan adanya Fraud (Skor PFA diatas 15), yaitu:
1. Pembangunan Infrastruktur Jaringan Gas Bumi untuk Rumah Tangga
2. Pembangunan PLTS Terpusat
3. Eksplorasi dan Pelayanan Air Bersih Melalui Pengeboran Air Tanah Dalam
Ketiga kegiatan ini adalah kegiatan bantuan pemerintah KESDM kepada Masyarakat dan rutin dilakukan tahun 2016-2018 ini. Semoga Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Inspektorat Jenderal Tahun 2019 kelak mempertimbangkan untuk melakukan Audit atau Monitoring atau Evaluasi atas kegiatan ini sehingga potensi Fraud tersebut dapat dimitigasi.
----
Pengadaan barang dan jasa merupakan sektor terbesar yang menjadi "lahan basah" tindak pidana korupsi. Hampir 80 persen kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berasal dari sektor tersebut. (Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Celah Kecurangan Pengadaan Barang dan Jasa yang Berpotensi Korupsi", https://nasional.kompas.com/read/2017/09/28/19204361/ini-celah-kecurangan-pengadaan-barang-dan-jasa-yang-berpotensi-korupsi. Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
-----
Modus yang digunakan terkait korupsi pengadaan barang dan jasa ini adalah penyalahgunaan anggaran (67 kasus), mark up (60 kasus), kegiatan/proyek fiktif (33 kasus). Kemudian pada sektor yang dikorupsi, pelayanan publik menjadi sektor yang rawan untuk dikorupsi. "Salah satu penyebabnya diduga karena setiap tahun K/L/D/I menganggarkan barang yang belum tentu habis nilai ekonomisnya dan belum tentu sesuai kebutuhan, seperti kursi, meja, komputer dan lain sebagainya. Hal ini yang menjadi celah terjadinya praktik korupsi," imbuhnya.
ICW menyoroti tak hanya korporasi yang terlibat dalam perkara korupsi ini, tapi juga kepala daerah. ICW kemudian memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Pemerintah bersama dengan LKPP perlu mengoptimalkan penggunaan e-catalog, e- purchasing untuk meminimalisir terjadinya potensi korupsi mulai dari tahap perencanaan. Pemerintah perlu juga untuk melaksanakan open contracting agar masyarakat dapat memantau setiap pengadaan yang dilaksanakan.
2. Setiap K/L/D/I harus mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh LKPP bila ditemukan adanya potensi pelanggaran atau kerugian negara yang ditimbulkan terkait dengan PBJ.
3. Institusi penegak hukum perlu menerapkan pengenaan pasal pencucian uang bagi korporasi yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi agar aset yang dimiliki dapat dirampas dan dikembalikan ke negara.
(Sumber berita: https://news.detik.com/berita/3885311/icw-korupsi-pengadaan-barang-2017-meningkat-negara-rugi-rp-1-t)
---
Menurut mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, terdapat 18 modus operandi yang biasanya digunakan oleh oknum-oknum tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut :
- Pengusaha menggunakan pengaruh pejabat pusat untuk “membujuk” Kepala Daerah/Pejabat Daerah mengintervensi proses pengadaan dalam rangka memenangkan pengusaha, melakukan mark-up harga atau nilai kontrak, dan pengusaha tersebut memberikan sejumlah uang kepada pejabat pusat maupun daerah.
- Pengusaha memengaruhi Kepala Daerah/Pejabat Daerah untuk mengintervensi proses pengadaan agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung, dan harga barang/jasa dinaikkan (mark up), kemudian selisihnya dibagi-bagikan.
- Panitia pengadaan membuat spesifikasi barang yang mengarah ke merk atau produk tertentu dalam rangka memenangkan rekanan tertentu dan melakukan mark up harga barang atau nilai kontrak.
- Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar atau fiktif.
- Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana/uang daerah untuk kepentingan pribadi koleganya, atau untuk kepentingan pribadi kepala/pejabat daerah yang bersangkutan, kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar, bahkan dengan menggunakan bukti-bukti yang kegiatannya fiktif.
- Kepala Daerah menerbitkan peraturan daerah sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang tidak berlaku lagi.
- Pengusaha, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif daerah bersepakat melakukan ruislag (pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar) atas aset Pemda dan melakuknmark down atas aset Pemda serta mark up atas aset pengganti dari pengusaha/rekanan.
- Para Kepala Daerah meminta uang jasa (dibayar dimuka) kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek.
- Kepala Daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.
- Kepala Daerah membuka rekening atas nama kas daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat dan bendahara yang ditunjuk), dimaksudkan untuk mepermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.
- Kepala Daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan pada bank.
- Kepala Daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
- Kepala Daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya.
- Kepala Daerah/keluarga/kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga yang murah kemudian dijual kembali kepada instansinya dengan harga yang sudah di-mark up.
- Kepala Daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerahnya.
- Kepala Daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban kepada anggaran dengan alasan pengurusan DAU/DAK.
- Kepala Daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD.
- Kepala Daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah
(Sumber Berita: https://www.pengadaan.web.id/2016/10/18-modus-operandi-kkn-di-sektor-pengadaan-barang-jasa.html
---
Mempertimbangkan beberapa artikel diatas, dapat dicatat bahwa Praktek Kecurangan/Korupsi (Fraud) dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada umumnya dimulai dari tahap Perencanaan dan Oleh Pejabat Publik, bukan Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pengelola APBN.
Semoga saja Pejabat KESDM, Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan KESDM senantiasa melindungi pada Pengelola APBN yang ditunjuk dan memberikan contoh atas penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dari KKN.
APIP KESDM berada di bawah Menteri ESDM dan hanya dapat memberikan early warning atau deteksi dini jika ada potensi kecurangan pada pengadaan barang dan jasa di lingkungan KESDM. Semoga APIP tetap dapat dilibatkan dalam setiap tahapan Pengadaan Barang dan Jasa sehingga dapat memberikan Saran/ Rekomendasi yang sesuai Peraturuan yang berlaku.
Opini ini adalah iseng penulis saja.
#Energi Berkeadilan
#APIP diberdayakan
#deteksi dini kecurangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar