Rabu, 02 Januari 2019

(OPINI) MANAJEMEN RISIKO AUDITOR PADA SAAT PENUGASAN PENGAWASAN INTERNAL

Salam GGCG (Good Governance and Clean Government)....


MARI BUDAYAKAN SADAR RISIKO (risk awareness)
Oleh: Junius Simbolon


PENDAHULUAN
Auditor Internal Pemerintah seringkali berfokus pada manajemen risiko auditi, dan lebih mampu melakukan evaluasi/reviu/audit atas manajemen risiko yang telah ditetapkan auditi. Namun, kadangkala Auditor Internal Pemerintah Lupa atau under-estimate atas risiko yang melekat (inherent risk) atau Resiko setelah Pengendalian (Residual Risk) pada saat pelaksanaan penugasan pengawasan internal baik untuk jenis Penugasan berupa assurance (audit, reviu, monitoring, evaluasi) atau consulting ( asistensi, konsultasi, sosialisasi) bahkan Anticorruption activities (LHKPN, LHKASN, Benturan Kepentingan, Whistleblowing System, dll). Mari kita identifikasi, evaluasi dan respon resiko seperti gambar dibawah ini:



ANALISIS
Penetapan tujuan atau Konteks
Tujuan Penugasan Pengawasan Intern adalah 3E dan 2K (Terciptanya Penyelenggaraan Pemerintah yang Efektif, Efisien, Ekonomis dengan adanya Ketertiban administrasi dan Kepatuhan atas Peraturan yang berlaku).

Identifikasi Risiko Melekat (Inherent risk) :
Menurut penulis, beberapa kemungkinan kejadian yang dapat terjadi selama penugasan pengawasan internal, yang menganggu pencapaian tujuan penugasan adalah beberapa risiko seperti dibawah ini:





Risiko pada Tahap Perencanaan Pengawasan Internal adalah :

1.     Anggaran untuk Pengawasan masih kurang memadai;
2.     Masa Penugasan Pengawasan yang terlalu kecil;
3.     Populasi Auditi yang perlu dievaluasi oleh auditor terlalu banyak;
4.     Personil Auditi masih ada gap kompetensi yang dibutuhkan dalam penugasan;
5.     Sarana dan Prasarana Auditor masih kurang memadai;
6.     Penugasan yang mendadak dan tidak ada dalam PKPT
7.     Rencana Masa Penugasan Pengawasan Internal bersamaan waktunya dengan adanya Penugasan Pengawasan Eksternal (BPK RI)
8.     Sasaran dan Ruang Lingkup Pengawasan Internal masih terlalu luas
9.     PKPT belum ditandantangani oleh Menteri dan Pimpinan Auditi
10.  Lokasi yang akan dikunjungi auditor tidak kondusif dan terpencil
11.  Dan risiko melekat lainnya


Risiko pada Tahap Pelaksanaan Pengawasan Internal adalah:

1.     Kecelakaan pada saat pelaksanaan penugasan pengawasan internal;
2.     Intimidasi atau ancaman (gangguan independensi) dari Pimpinan atau Auditi atau Aparat Penegak Hukum (APH) atau Masyarakat;
3.     Auditi memberikan data yang tidak valid;
4.     Auditi tidak bersedia memberikan data dukung pengawasan;
5.     Auditi terlambat dalam memberikan data dukung pengawasan;
6.     Auditi sering dinas luar kota ketika ada penugasan pengawasan internal;
7.     Auditi memberikan gratifikasi pada saat penugasan
8.     Auditi mendikte pekerjaan auditor dan membatasi ruang lingkup pengawasan
9.     Auditor dan/atau Auditi dijaring Operasi Tangkap Tangan oleh APH
10.  Dan risiko melekat lainnya


Risiko pada Tahap Pelaporan Hasil Pengawasan Internal adalah:

1.     Laporan Hasil Pengawasan Internal digugat ke PTUN
2.     Laporan Hasil Pengawasan dimintakan oleh Pihak Aparat Penegak Hukum karena berindikasi tindak pidana korupsi yang ditutupi
3.     Rekomendasi tidak segera atau selesai ditindaklanjuti oleh Auditi
4.     laporan hasil pengawasan terlambat diselesaikan oleh Auditor atau Pimpinan
5.     Personil Auditor ditugaskan penugasan lain meskipun laporan hasil pengawasan sebelumnya belum ditandatangani
6.     Intimidasi atau ancaman (gangguan independensi) dari Pimpinan atau Auditi atau Aparat Penegak Hukum (APH) atau Masyarakat;
7.     Laporan Hasil Pengawasan tidak berkontribusi dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi
8.     Dan risiko melekat lainnya

Selanjutnya dilakukan Analisis atau Evaluasi atas risiko yang telah diidentifikasi diatas. Analisis atau Evalusi Risiko ini akan menghitung faktor Kemungkinan terjadinya (Likelihood atau probabilitas) dan Dampak yang bisa ditimbulkan (Impact atau consequences) sehingga hasil evaluasi risiko ini adalah Prioritas Risiko dari Peta Risiko (Risk Map atau Risk Register) yang harus segera ditetapkan respon risikonya. Tabel dibawah ini adalah opini penulis dan bukan pendapat beberapa auditor di dalam instansi sehingga masih perlu dilakukan evaluasi yang mendalam untuk penentuan skor kemungkinan dan skor dampaknya. Adapun Kriteria Kemungkinan dan Dampaknya mengacu pada KepMen ESDM Nomor 2038K.

No
Inhenrent Risk
Skor Kemungkinan
Skor Dampak
Level Risiko
Respon Risiko

Risiko pada Tahap Perencanaan




R1
Anggaran untuk Pengawasan masih kurang memadai
4
4
16
Mitigasi
R2
Masa Penugasan Pengawasan yang terlalu kecil
4
4
16
Mitigasi
R3
Populasi Auditi yang perlu dievaluasi oleh auditor terlalu banyak
4
4
16
Mitigasi
R4
Personil Auditi masih ada gap kompetensi yang dibutuhkan dalam penugasan;
3
4
12
Mitigasi
R5
Sarana dan Prasarana Auditor masih kurang memadai
2
5
10
Mitigasi
R6
Penugasan yang mendadak dari pimpinan dan tidak ada dalam PKPT
2
4
8
Mitigasi
R7
Rencana Masa Penugasan Pengawasan Internal bersamaan waktunya dengan adanya Penugasan Pengawasan Eksternal (BPK RI)
2
4
8
Mitigasi
R8
Sasaran dan Ruang Lingkup Pengawasan Internal masih terlalu luas
2
4
8
Mitigasi
R9
PKPT belum ditandantangani oleh Menteri dan Pimpinan Auditi
2
5
10
Mitigasi
R10
Lokasi yang akan dikunjungi auditor tidak kondusif dan terpencil
3
4
12
Mitigasi







Risiko pada Tahap Pelaksanaan




R11
Kecelakaan pada saat pelaksanaan penugasan pengawasan internal
1
5
5
Terima
R12
Intimidasi atau ancaman (gangguan independensi) dari Pimpinan atau Auditi atau Aparat Penegak Hukum (APH) atau Masyarakat
2
5
10
Mitigasi
R13
Auditi memberikan data yang tidak valid
2
5
10
Mitigasi
R14
Auditi tidak bersedia memberikan data dukung pengawasan
1
5
5
Terima
R15
Auditi terlambat dalam memberikan data dukung pengawasan
4
4
16
Mitigasi
R16
Auditi sering dinas luar kota ketika ada penugasan pengawasan internal;
2
4
8
Mitigasi
R17
Auditi memberikan gratifikasi pada saat penugasan
4
4
16
Mitigasi
R18
Auditi mendikte pekerjaan auditor dan membatasi ruang lingkup pengawasan
2
4
8
Mitigasi
R19
Auditor dan/atau Auditi dijaring Operasi Tangkap Tangan oleh APH
2
5
10
Mitigasi







Risiko pada Tahap Pelaporan




R19
Laporan Hasil Pengawasan Internal digugat ke PTUN
1
5
5
Terima
R20
Laporan Hasil Pengawasan dimintakan oleh Pihak Aparat Penegak Hukum karena berindikasi tindak pidana korupsi yang ditutupi
2
5
10
Mitigasi
R21
Rekomendasi tidak segera atau selesai ditindaklanjuti oleh Auditi
4
5
20
Mitigasi
R22
Laporan Hasil Pengawasan terlambat diselesaikan oleh Auditor/Pimpinan Instansi
4
4
16
Mitigasi
R23
Personil Auditor ditugaskan penugasan lain meskipun laporan hasil pengawasan sebelumnya belum ditandatangani
3
4
12
Mitigasi
R24
Intimidasi atau ancaman (gangguan independensi) dari Pimpinan atau Auditi atau Aparat Penegak Hukum (APH) atau Masyarakat
2
4
8
Mitigasi
R25
Laporan Hasil Pengawasan tidak berkontribusi dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi
4
5
20
Mitigasi


Berdasarkan Pengalaman Penulis selama melaksanakan pengawasan internal, maka Prioritas Risiko bagi Auditor Internal Pemerintah yang kemungkinan dan dampaknya besar adalah:
1.     Rekomendasi tidak segera atau selesai ditindaklanjuti oleh Auditi
2.     Laporan Hasil Pengawasan tidak berkontribusi dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi
3.     Laporan Hasil Pengawasan terlambat diselesaikan oleh Auditor/Pimpinan Instansi
4.     Anggaran untuk Pengawasan masih kurang memadai
5.     Masa Penugasan Pengawasan yang terlalu kecil
6.     Auditi memberikan gratifikasi pada saat penugasan
7.     Populasi Auditi yang perlu dievaluasi oleh auditor terlalu banyak
8.     Auditi terlambat dalam memberikan data dukung pengawasan

Mitigasi atau tanggapan atas resiko diatas pada umumnya adalah Mereduksi dampak dengan dilakukan Control (Pengendalian) atau sering diistilahkan dengan Rencana Tindak Pengendalian (RTP), seperti:
1.     Membangun Komunikasi yang efektif dengan Pimpinan/Auditor atau Auditi, dengan mengedepankan gaya bahasa persuasive sehingga rekomendasi auditor segera dan selesai ditindaklanjuti
2.     Mengintensifkan kegiatan Consulting daripada Assurance seperti Sosialisasi, Asistensi dan Konsultansi agar laporan hasil pengawasan berkontribusi dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi
3.     Mematangkan Perencanaan, termasuk memilih metode sampling statistic, mengoptimalkan anggaran dan waktu tersedia, dan memilih penugasan yang mendorong pencapaian tujuan auditi
4.     Meningkatkan kompetensi Auditor melalui diklat sampling statistic agar dapat menetapkan sampling yang mewakili populasi
5.     Mengintensifkan kegiatan Anti Korupsi seperti Sosialisasi Gratifikasi agar menekan jumlah pemberian gratifikasi yang dianggap suap, yang berhubungan dengan jabatan;
6.     Mengoptimalkan aplikasi epengawasan dengan adanya fitur alarm jika laporan hasil pengawasan terlambat diselesaikan oleh Auditor/pimpinan

Dan Pengendalian lainnya yang diperlukan sampai residual risknya sampai pada tahap tolerance risk atau risk appetite.

Referensi: KepMen ESDM No 2038K/07/MEM/2018 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaran SPIP di lingkungan KESDM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(OPINI) USULAN PERUBAHAN DARI, OLEH, UNTUK ITJEN KESDM

 SALAM GGCG (GOOD GOVERNANCE AND CLEAN GOVERNMENT) Reformasi Birokrasi Kementerian ESDM telah meningkat secara bertahap (konsisten naik) sej...