URGENSI
ATAS REVIU PERJANJIAN KINERJA DI LINGKUNGAN KESDM
SALAM GGCG (Goog Governance and Clean Government)....
Pendahuluan
Penyusunan
Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas
Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun
2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Menurut Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMEN PAN-RB) Nomor 53 Tahun 2014, Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen
yang berisikan penugasan dari Presiden sebagai pemberi amanah kepada Pimpinan Kementerian/Lembaga
sebagai penerima amanah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai
dengan indikator kinerja.
Melalui
perjanjian ini maka terwujudlah komitmen dan kesepakatan antara Presiden
sebagai pemberi amanah dan Pimpinan Kementerian sebagai penerima amanah atau
Menteri selaku Pemberi Amanah dan Pimpinan Tinggi Madya sebagai Penerima Amanah
atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta
sumber daya yang tersedia. Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja
yang dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi termasuk kinerja
(outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
Dengan demikian target kinerja yang diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari kegiatan
tahun-tahun sebelumnya, sehingga terwujud kesinambungan kinerja setiap
tahunnya. Tujuan Penyusunan Perjanjian Kinerja adalah:
1)
Sebagai wujud nyata komitmen antara Pemberi
dan Penerima Amanah untuk meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi,
dan kinerja aparatur;
2)
Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai
dasar evaluasi kinerja aparatur;
3)
Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan sebagai dasar pemberian
penghargaan dan sanksi;
4)
Sebagai dasar bagi Pemberi Amanah untuk
melakukan monitoring, evaluasi dan supervisi atas perkembangan/kemajuan kinerja
Penerima Amanah;
5)
Sebagai dasar dalam penetapan sasaran
kinerja pegawai.
Pihak
yang menyusun Perjanjian Kinerja di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (KESDM) adalah Menteri ESDM dan Pimpinan Tinggi Madya. Waktu
Penyusunan Perjanjian Kinerja harus disusun setelah Menteri ESDM menerima
dokumen pelaksanaan anggaran, paling lambat satu bulan setelah dokumen anggaran disahkan. Perjanjian Kinerja
menyajikan Indikator Kinerja Utama yang menggambarkan hasil-hasil yang utama
dan kondisi yang seharusnya, tanpa mengesampingkan indikator lain yang relevan.
Untuk Tingkat Kementerian, sasaran yang digunakan menggambarkan dampak dan outcome yang dihasilkan serta
menggunakan Indikator Kinerja Utama KESDM dan indikator kinerja lainnya yang
relevan. Sedangkan Tingkat Eselon I atau Pimpinan Tinggi Madya, sasaran yang
digunakan menggambarkan outcome dan output pada bidangnya serta menggunakan
Indikator Kinerja Utama KESDM dan Indikator Kinerja lain yang relevan.
Format
terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Pernyataan Perjanjian Kinerja dan Lampiran Perjanjian
Kinerja. Pernyataan Perjanjian Kinerja pada Menteri dan Pejabat Pimpinan Tinggi
Madya sesuai dengan anak lampiran I/1-6 dan anak lampiran I/3-6 yang memuat
paling tidak terdiri atas Pernyataan
untuk mewujudkan suatu kinerja pada suatu tahun tertentu, Tanda tangan pihak
yang berjanji/para pihak yang bersepakat. Lampiran Kinerja ini merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam dokumen perjanjian kinerja. Informasi yang
disajikan dalam lampiran perjanjian kinerja pada Menteri dan Pejabat Pimpinan
Tinggi Madya sesuai pada anak lampiran I/3-6 dan anak lampiran I/4-6 dalam
PERMEN PAN-RB Nomor 53 Tahun 2014. Perjanjian Kinerja dapat direvisi atau
disesuaikan dalam hal terjadi kondisi sebagai berikut, yaitu terjadi pergantian
atau mutasi pejabat, Perubahan dalam strategi yang mempengaruhi pencapaian
tujuan dan sasaran (perubahan program, kegiatan dan alokasi anggaran), Perubahan
prioritas atau asumsi yang berakibat secara signifikan dalam proses pencapaian
tujuan dan sasaran.
Analisis
dan Evaluasi
Inspektorat Jenderal
KESDM yang telah mecapai Level 3 IACM (Internal
Audit Capability Model), sedang berupaya untuk mencapai Level 4 IACM melalui
beberapa program/kegiatan yang akan memberikan jaminan menyeluruh atas
pelaksanaan tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern yang
dilakukan oleh unit kerja di lingkungan KESDM (overall assurance in governance, risk manajemen and control). Inspektorat
Jenderal telah menyusun Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang mengawal
pelaksanaan kegiatan/pekerjaan unit kerja sejak dari Perencanaan, Progress
Pekerjaan, sampai penyelesaian Pekerjaan. Secara ringkas, dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah ini.
No
|
Jenis
|
Pengawasan
pada Tahap Perencanaan
|
Pengawasan
pada Tahap Pelaksanaan
|
Pengawasan
pada Tahap Penyelesaian
|
1
|
Anggaran Negara
|
Reviu RKA-K/L
|
Reviu Buka Blokir dan/atau
Reviu Revisi Anggaran,
|
Reviu Laporan Keuangan
|
2
|
Kinerja
|
???
|
Evaluasi atas Implementasi SAKIP
|
Audit Kinerja
|
3
|
Barang Milik Negara
|
Reviu RK-BMN dan/atau
Reviu HPS
|
Monitoring dan Evaluasi Progres Pekerjaan
|
Audit atas Pengelolaan BMN
|
4
|
Sumber Daya Manusia
|
Reviu atas Analisis Jabatan/Analisis Beban Kerja
(ANJAB/ABK)
|
Reviu atas Proses Penerimaan PNS
|
Audit atas Kepatuhan PNS terhadap Peraturan Berlaku
(Disiplin/ Kode Etik/ LHKPN/ LHKASN)
|
Sesuai tabel diatas,
perlu atau urgen untuk dilaksanakan
Reviu atas Penyusunan Perjanjian Kinerja di lingkungan KESDM. Hal ini sebagai
bentuk pengawasan atas tahapan perencanaan atas Kinerja Unit Organisasi. Ada
beberapa alasan perlu dilakukan reviu ini, yaitu:
1.
Adanya Unit Organisasi yang menghilangkan
Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah ada dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
ESDM Tahun 2015-2019 dalam Perjanjian Kinerja, tanpa adanya alasan yang
memadai;
2.
Adanya Unit Organisasi yang menambahkan
IKU yang sebelumnya tidak ada dalam Renstra KESDM;
3.
Adanya Unit Organisasi yang mengubah
target IKU menjadi lebih rendah atau pesimis, tanpa adanya alasan yang memadai,
4.
Adanya Unit Organisasi yang mengubah
target IKU menjadi terlalu tinggi atau optimis, tanpa adanya alasan yang
memadai.
IKU
harus disusun dengan Kriteria SMART (Spesific,
Measurable, Achievebale, Relevant, and Time Bound). Specific berarti IKU
harus dapat menggambarkan kespesifikan dari tujuan dan sasaran yang akan
dicapai organisasi sebagai sesuatu yang akan diukur. Misalnya: jika sasaran
yang akan dicapai adalah Peningkatan Kualitas Pendidikan, maka IKUnya harus
dapat menggambarkan sebuah ukuran yang dapat mengindikasikan kualitas
pendidikan, misal: angka kelulusan, prosentase/jumlah lulusan yang melanjutkan
ke jenjang yg lebih tinggi. Measurable
berarti IKU tidak ambigu atau berdwi-makna dan harus dapat diukur secara
obyektif, yaitu jika diukur dua pihak atau lebih hasilnya akan sama. Oleh
karena itu setiap IKU harus dilengkapi dengan penjelasan bagaimana cara
mengukurnya. Achievable berarti IKU dalam lingkup kendali organisasi sesuai
kewenangan dan tugas fungsinya dan organisasi harus mampu menyediakan datanya
secara tepat, akurat dan jelas sumber datanya. Relevant berarti IKU
harus berhubungan dengan apa yang akan diukur dan secara obyektif dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan atau kesimpulan tentang pencapaian apa
yang diukur. Oleh karena itu harus menggambarkan sedekat mungkin kesesuaiannya
dengan hasil apa yang akan diukur. Sebaiknya memang indikator langsung tetapi
apabila tidak ada maka bisa menggunakan indikator tidak langsung tetapi harus
logis. Time bound berarti IKU harus mempertimbangkan periode waktu
tertentu pencapaiannya (bulanan, triwulanan, semesteran, tahunan) dan periode
IKU biasanya berlaku sepanjang dengan periode rencana strategis organisasi.
Sesuai
Tabel 2 dibawah ini, ada beberapa
contoh Kelemahan dalam Penyusunan Perjanjian Kinerja Tahun 2018 di lingkungan
KESDM yang tidak memenuhi kriteria SMART (Spesific,
Measurable, Achievebale, Relevant, and Time Bound).
No
|
IKU
|
Target
|
Kelemahan
|
Rekomendasi
Penulis
|
1
|
Pembangunan
Infrastruktur SPBG
|
1
Lokasi
|
Tidak
Achieveable
|
Dihilangkan
karena Tidak ada Anggaran dalam DIPA KESDM
|
2
|
Pembangunan
FSRU/Regasification Unit/LNG Terminal
|
1
Unit
|
Tidak
Achieveable
|
Dihailangkan
karena Adanya kendala pada Badan Usaha yang telah diketahui sejak awal tahun
2018
|
3
|
Jumlah
Satuan Kerja yang telah memperoleh WBK/WBBM
|
6/1
Satker
|
Tidak
Achieveable
|
Dihilangkan
karena Tidak mungkin memperoleh WBBM karena tahun 2017 belum ada satker yang
WBK
|
4
|
Kapasitas
Kilang BBM
|
1.169
Ribu BCPD
|
Tidak
Time Bound
|
Dihilangkan
karena dari tahun 2015, kapasitas Kilang BBM selalu 1.169 Ribu BCPD
|
5
|
Kapasitas
Terpasang Pembangkit EBT (PLTMH)
|
167,02
MW
|
Tidak
Achieveable
|
Diturunkan
Target IKU-nya karena terlalu Optimis dan APBN terbatas
|
6
|
Kapasitas
Terpasang Pembangkit EBT (PLTS)
|
51,11
MW
|
Tidak
Achieveable
|
Diturunkan
Target IKU-nya karena terlalu Optimis dan APBN terbatas
|
7
|
Penerimaan
EBTKE
|
0,7
Triliun Rp.
|
Tidak
Achieveable
|
Dinaikkan
Target IKU-nya karena terlalu pesimis
|
Simpulan
Meskipun Mandatory dalam
PERMEN PAN-RB Nomor 53 Tahun 2014 adalah Reviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, namun perlu juga dilakukan Reviu atas Penyusunan Perjanjian Kinerja
sehingga seluruh IKU dalam Perjanjian Kinerja memenuhi Kriteria SMART.
Penugasan Reviu atas Penyusunan Perjanjian Kinerja dapat dilakukan pada awal
Bulan Januari tahun berjalan dan dapat diparalelkan dengan Reviu atas Laporan
Kinerja serta Asistensi atas Implementasi SAKIP KESDM.
Referensi
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMEN PAN-RB) Nomor 53
Tahun 2014
#APIP
#ITJENKESDM
#PK
#SAKIP
#REVIU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar