Senin, 04 Maret 2019

(OPINI) URGENSI ATAS REVIU PERJANJIAN KINERJA DI LINGKUNGAN KESDM


URGENSI ATAS REVIU PERJANJIAN KINERJA DI LINGKUNGAN KESDM

SALAM GGCG (Goog Governance and Clean Government)....

sumber:pemerintah.net




Pendahuluan
Penyusunan Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Menurut Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMEN PAN-RB) Nomor 53 Tahun 2014, Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari Presiden sebagai pemberi amanah kepada Pimpinan Kementerian/Lembaga sebagai penerima amanah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.
Melalui perjanjian ini maka terwujudlah komitmen dan kesepakatan antara Presiden sebagai pemberi amanah dan Pimpinan Kementerian sebagai penerima amanah atau Menteri selaku Pemberi Amanah dan Pimpinan Tinggi Madya sebagai Penerima Amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian target kinerja yang diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, sehingga terwujud kesinambungan kinerja setiap tahunnya. Tujuan Penyusunan Perjanjian Kinerja adalah:
1)        Sebagai wujud nyata komitmen antara Pemberi dan Penerima Amanah untuk meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;
2)        Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur;
3)        Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan sebagai dasar pemberian penghargaan dan sanksi;
4)        Sebagai dasar bagi Pemberi Amanah untuk melakukan monitoring, evaluasi dan supervisi atas perkembangan/kemajuan kinerja Penerima Amanah;
5)        Sebagai dasar dalam penetapan sasaran kinerja pegawai.
Pihak yang menyusun Perjanjian Kinerja di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) adalah Menteri ESDM dan Pimpinan Tinggi Madya. Waktu Penyusunan Perjanjian Kinerja harus disusun setelah Menteri ESDM menerima dokumen pelaksanaan anggaran, paling lambat satu bulan setelah dokumen anggaran disahkan. Perjanjian Kinerja menyajikan Indikator Kinerja Utama yang menggambarkan hasil-hasil yang utama dan kondisi yang seharusnya, tanpa mengesampingkan indikator lain yang relevan. Untuk Tingkat Kementerian, sasaran yang digunakan menggambarkan dampak dan outcome yang dihasilkan serta menggunakan Indikator Kinerja Utama KESDM dan indikator kinerja lainnya yang relevan. Sedangkan Tingkat Eselon I atau Pimpinan Tinggi Madya, sasaran yang digunakan menggambarkan outcome dan output pada bidangnya serta menggunakan Indikator Kinerja Utama KESDM dan Indikator Kinerja lain yang relevan.
Format terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Pernyataan Perjanjian Kinerja dan Lampiran Perjanjian Kinerja. Pernyataan Perjanjian Kinerja pada Menteri dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya sesuai dengan anak lampiran I/1-6 dan anak lampiran I/3-6 yang memuat paling tidak terdiri atas  Pernyataan untuk mewujudkan suatu kinerja pada suatu tahun tertentu, Tanda tangan pihak yang berjanji/para pihak yang bersepakat. Lampiran Kinerja ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam dokumen perjanjian kinerja. Informasi yang disajikan dalam lampiran perjanjian kinerja pada Menteri dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya sesuai pada anak lampiran I/3-6 dan anak lampiran I/4-6 dalam PERMEN PAN-RB Nomor 53 Tahun 2014. Perjanjian Kinerja dapat direvisi atau disesuaikan dalam hal terjadi kondisi sebagai berikut, yaitu terjadi pergantian atau mutasi pejabat, Perubahan dalam strategi yang mempengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran (perubahan program, kegiatan dan alokasi anggaran), Perubahan prioritas atau asumsi yang berakibat secara signifikan dalam proses pencapaian tujuan dan sasaran.

Analisis dan Evaluasi
Inspektorat Jenderal KESDM yang telah mecapai Level 3 IACM (Internal Audit Capability Model), sedang berupaya untuk mencapai Level 4 IACM melalui beberapa program/kegiatan yang akan memberikan jaminan menyeluruh atas pelaksanaan tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern yang dilakukan oleh unit kerja di lingkungan KESDM (overall assurance in governance, risk manajemen and control). Inspektorat Jenderal telah menyusun Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang mengawal pelaksanaan kegiatan/pekerjaan unit kerja sejak dari Perencanaan, Progress Pekerjaan, sampai penyelesaian Pekerjaan. Secara ringkas, dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah ini.
No
Jenis
Pengawasan pada Tahap Perencanaan
Pengawasan pada Tahap Pelaksanaan
Pengawasan pada Tahap Penyelesaian
1
Anggaran Negara
Reviu RKA-K/L
Reviu Buka Blokir dan/atau
Reviu Revisi Anggaran,

Reviu Laporan Keuangan
2
Kinerja
???
Evaluasi atas Implementasi SAKIP
Audit Kinerja
3
Barang Milik Negara
Reviu RK-BMN dan/atau
Reviu HPS
Monitoring dan Evaluasi Progres Pekerjaan
Audit atas Pengelolaan BMN
4
Sumber Daya Manusia
Reviu atas Analisis Jabatan/Analisis Beban Kerja (ANJAB/ABK)
Reviu atas Proses Penerimaan PNS
Audit atas Kepatuhan PNS terhadap Peraturan Berlaku (Disiplin/ Kode Etik/ LHKPN/ LHKASN)

Sesuai tabel diatas, perlu atau urgen untuk dilaksanakan Reviu atas Penyusunan Perjanjian Kinerja di lingkungan KESDM. Hal ini sebagai bentuk pengawasan atas tahapan perencanaan atas Kinerja Unit Organisasi. Ada beberapa alasan perlu dilakukan reviu ini, yaitu:
1.        Adanya Unit Organisasi yang menghilangkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah ada dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian ESDM Tahun 2015-2019 dalam Perjanjian Kinerja, tanpa adanya alasan yang memadai;
2.        Adanya Unit Organisasi yang menambahkan IKU yang sebelumnya tidak ada dalam Renstra KESDM;
3.        Adanya Unit Organisasi yang mengubah target IKU menjadi lebih rendah atau pesimis, tanpa adanya alasan yang memadai,
4.        Adanya Unit Organisasi yang mengubah target IKU menjadi terlalu tinggi atau optimis, tanpa adanya alasan yang memadai.
IKU harus disusun dengan Kriteria SMART (Spesific, Measurable, Achievebale, Relevant, and Time Bound). Specific berarti IKU harus dapat menggambarkan kespesifikan dari tujuan dan sasaran yang akan dicapai organisasi sebagai sesuatu yang akan diukur. Misalnya: jika sasaran yang akan dicapai adalah Peningkatan Kualitas Pendidikan, maka IKUnya harus dapat menggambarkan sebuah ukuran yang dapat mengindikasikan kualitas pendidikan, misal: angka kelulusan, prosentase/jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi.  Measurable berarti IKU tidak ambigu atau berdwi-makna dan harus dapat diukur secara obyektif, yaitu jika diukur dua pihak atau lebih hasilnya akan sama. Oleh karena itu setiap IKU harus dilengkapi dengan penjelasan bagaimana cara mengukurnya. Achievable berarti IKU dalam lingkup kendali organisasi sesuai kewenangan dan tugas fungsinya dan organisasi harus mampu menyediakan datanya secara tepat, akurat dan jelas sumber datanya. Relevant berarti IKU harus berhubungan dengan apa yang akan diukur dan secara obyektif dapat digunakan untuk pengambilan keputusan atau kesimpulan tentang pencapaian apa yang diukur. Oleh karena itu harus menggambarkan sedekat mungkin kesesuaiannya dengan hasil apa yang akan diukur. Sebaiknya memang indikator langsung tetapi apabila tidak ada maka bisa menggunakan indikator tidak langsung tetapi harus logis. Time bound berarti IKU harus mempertimbangkan periode waktu tertentu pencapaiannya (bulanan, triwulanan, semesteran, tahunan) dan periode IKU biasanya berlaku sepanjang dengan periode rencana strategis organisasi.
Sesuai Tabel 2 dibawah ini, ada beberapa contoh Kelemahan dalam Penyusunan Perjanjian Kinerja Tahun 2018 di lingkungan KESDM yang tidak memenuhi kriteria SMART (Spesific, Measurable, Achievebale, Relevant, and Time Bound).
No
IKU
Target
Kelemahan
Rekomendasi Penulis
1
Pembangunan Infrastruktur SPBG
1 Lokasi
Tidak Achieveable
Dihilangkan karena Tidak ada Anggaran dalam DIPA KESDM
2
Pembangunan FSRU/Regasification Unit/LNG Terminal
1 Unit
Tidak Achieveable
Dihailangkan karena Adanya kendala pada Badan Usaha yang telah diketahui sejak awal tahun 2018
3
Jumlah Satuan Kerja yang telah memperoleh WBK/WBBM
6/1 Satker
Tidak Achieveable
Dihilangkan karena Tidak mungkin memperoleh WBBM karena tahun 2017 belum ada satker yang WBK
4
Kapasitas Kilang BBM
1.169 Ribu BCPD
Tidak Time Bound
Dihilangkan karena dari tahun 2015, kapasitas Kilang BBM selalu 1.169 Ribu BCPD
5
Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT (PLTMH)
167,02 MW
Tidak Achieveable
Diturunkan Target IKU-nya karena terlalu Optimis dan APBN terbatas
6
Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT (PLTS)
51,11 MW
Tidak Achieveable
Diturunkan Target IKU-nya karena terlalu Optimis dan APBN terbatas
7
Penerimaan EBTKE
0,7 Triliun Rp.
Tidak Achieveable
Dinaikkan Target IKU-nya karena terlalu pesimis

Simpulan
Meskipun Mandatory dalam PERMEN PAN-RB Nomor 53 Tahun 2014 adalah Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, namun perlu juga dilakukan Reviu atas Penyusunan Perjanjian Kinerja sehingga seluruh IKU dalam Perjanjian Kinerja memenuhi Kriteria SMART. Penugasan Reviu atas Penyusunan Perjanjian Kinerja dapat dilakukan pada awal Bulan Januari tahun berjalan dan dapat diparalelkan dengan Reviu atas Laporan Kinerja serta Asistensi atas Implementasi SAKIP KESDM.

Referensi
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMEN PAN-RB) Nomor 53 Tahun 2014


#APIP
#ITJENKESDM
#PK
#SAKIP
#REVIU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(OPINI) USULAN PERUBAHAN DARI, OLEH, UNTUK ITJEN KESDM

 SALAM GGCG (GOOD GOVERNANCE AND CLEAN GOVERNMENT) Reformasi Birokrasi Kementerian ESDM telah meningkat secara bertahap (konsisten naik) sej...