HALO ESDM,
APAKAH SUDAH OPTIMAL DALAM
KOMITMEN MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS?
Oleh: Junius Simbolon, S.T., M.T.
PENDAHULUAN
Zona Integritas (ZI) adalah predikat
yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya
mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/ Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam
hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kementerian ESDM telah mencanangkan Pembangunan ZI sejak tanggal 14 Desember
2012 dengan penandatanganan piagam pembangunan ZI. Namun, upaya pembangunan ini
hibernasi
ketika ada penindakan atas tindak pindak korupsi (TIPIKOR) oleh Pejabat dan
Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan KESDM pada tahun 2015. Sesuai aturan dalam Peraturan
MenPAN-RB Nomor 52 Tahun 2014 bahwa Penetapan predikat WBK berlaku sesuai yang
tertera dalam Surat Keputusan pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan,
dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya terdapat
kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator
bebas dari korupsi. Jadi, ada 2 kunci penting dalam pembangunan ZI, yaitu
Pencegahan Korupsi dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Seluruh Upaya
Penataan dan Penguatan yang dilakukan dalam rangka pencegahan korupsi sehingga
dikedepankan prinsip transparansi dan/atau akuntabilitas. Oleh karena itu,
perlu diintensifkan kembali upaya sosialisasi anti korupsi oleh Inspektorat
Jenderal dan Biro Sumber Daya Manusia bersama Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia perlu menggalakkan pengembangan kompetensi melalui diklat/workshop
tentang anti korupsi, salah satunya melalui pelatihan Zona Integritas.
ZI hendaknya diawali dengan pemahaman
atas Korupsi dan cara mencegah atau memitigasinya. Selaku Birokrasi yang
menyelenggarakan pemerintahan urusan sumber daya mineral, KESDM berhubungan
langsung dengan Stakeholder berupa
Badan Usaha dan/atau Publik sehingga ada potensi penyalahgunaan wewenang atau
peluang untuk Korupsi. Idealnya, KESDM mulai kembali membangun ZI sejak tahun
2016 setelah adanya permasalahan TIPIKOR yang melanda KESDM. Ada beberapa titik
rawan korupsi pada KESDM yaitu Pengadaan barang dan Jasa dan Bagian Perizinan.
Contohnya pada Sektor Hulu Migas, celah korupsi dapat terjadi:
1.
Penyampaian
klaim Cost Recovery yang
masih Offline dan kewenangannya oleh SKK Migas
2.
lelang lapangan
atau wilayah kerja (WK) migas, namun saat ini telah Online
3.
penjualan minyak
mentah bagian negara
4.
kegiatan
perpanjangan perizinan
5.
kegiatan
perpanjangan kontrak blok atau WK migas
6.
kegiatan alokasi
dan pricing (penentuan harga) gas
7.
kegiatan
penunjukan atau penentuan pemenang tender kegiatan usaha supporting (penunjang/jasa)
kegiatan hulu migas, dengan indikasi masih ada Upeti kepada Pengusaha Lokal.
Hal
ini telah dimitigasi oleh KESDM melalui beberapa upaya, diantaranya adalah:
1.
E-Lelang
Wilayah Kerja Migas
2.
Perbaikan
Regulasi Migas
3.
Penyederhanaan
Perizinan dan Perizinan Online
4.
Whistleblowes
System ESDM Online
5.
Koordinasi
dan Supervisi Energi
6.
Sinergi
KPK RI dan KESDM dalam penyusunan Regulasi
7.
Penghargaan
dan Sosialisasi
Namun, perlu dilakukan lagi upaya
Penataan dan Penguatan pada aspek non pelayanan publik sehingga benar-benar
terbangun Zona Integritas baik pada tingkatan organisasi maupun tingkatan
individu.
ANALISIS DAN EVALUASI
Pemahaman Awal terjadinya Korupsi adalah
karena adanya Kesempatan (Opportunity),
Rasionalisasi (rationalization) dan
Tekanan (Pressure) sesuai Fraud
Triangle sebagai berikut:
Kesempatan
(Opportunity Triangle) terbagi atas:
1. Conserve
fraud (melestarikan korupsi)
2. Conceal
fraud (menyembunyikan korupsi)
3. Commit
fraud (melakukan korupsi)
Seseorang dapat melakukan Korupsi ketika
ada kesempatan untuk melaksanakan, menyembunyikan dan melestarikan Korupsi,
biasanya karena ada kewenangan pada Pelaku Korupsi tersebut. Sebagai Contoh
adalah PPK dapat membelanjakan uang untuk kepentingan Pribadi namun menyembunyikan
korupsinya melalui bukti perjanjian yang fiktif, barang yang fiktif, dan
dokumentasi yang fiktif. Ketika PPK melakukan hal tersebut, PPK bersama-sama
pengelola APBN lainnya dan ini sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh
Pengelola APBN untuk mendanai kegiatan yang tidak ada alokasi anggarannya.
Rasionalisasi
(rationalization Triangle) terbagi
atas :
1.
Justification (Pembenaran)
2.
Attitude
(Kebiasaan/Tingkah Laku)
3.
Lack
of Personel Integrity (Kurangnya integritas Pribadi)
Seseorang dapat melakukan Korupsi ketika
ada alasan logis yang dapat dibenarkan menurut pendapatnya, adanya suatu
kebiasaan yang berlaku pada suatu instansi dan kurangnya integritas pada
pribadi orang tersebut. Contohnya adalah perilaku biaya perjalanan dinas yang
Double Cost didanai oleh APBN dan Non-APBN oleh Badan Usaha. Hal ini dapat
dilakukan oleh ASN ketika dia berpandangan bahwa negara tidak dirugikan karena
tidak double-cost dari APBN dan ASN merasa bahwa remunerasinya dari Kantor
masih belum memadai untuk memenuhi keinginannya, biasa dilakukan ASN Senior dan
karena kurangnya integritas.
Tekanan
(Pressure) terbagi atas:
1.
Employee
Pressure Triangle (Tiga Tekanan Pegawai) , yaitu Financial (Keuangan),
Emotional (Emosi) dan Life Style (Gaya Hidup)
Seseorang
dapat melakukan Korupsi ketika dia memiliki hutang atau biaya pengobatan yang
besar dan harus segera dilunasi, adanya sikap yang tidak pernah merasa cukup
dan selalu merasa kurang dan karena memiliki gaya hidup yang mewah atau suka berwisata
yang mengeluarkan biaya besar.
2.
Financial
Statement Pressure Triangle (Tiga Tekanan Penyataan Keuangan Instansi), yaitu
Financial (Keuangan), Industry Condition (Kondisi Instansi), Management
Characteristic (Karakteristik Manajemen).
Instansi dapat
melakukan Korupsi ketika instansi sedang menghadapi kondisi akan pailit atau
memiliki laba operasional yang terlalu tinggi, kondisi instansi yang mendesak
dan butuh terobosan yang memerlukan upaya diluar kebiasaan seperti suap pada
penyelenggara negara, dan memang adanya kebiasaan pada instansi yang
menghalalkan segala macam cara untuk meraih tujuannya.
Pendapat lain menyatakan bahwa Korupsi
dapat terjadi adanya Kesempatan, Kurangnya Kontrol (Pengawasan) dan Adanya Niat
(Itikad Jahat) sesuai formula sederhana dibawah ini:
Oleh karena itu, Pembangunan Zona
Integritas (ZI) dalam rangka Mengurangi Kesempatan dan Niat Jahat untuk Korupsi
dan Meningkatkan Kontrol atau Pengawasan dalam seluruh aspek birokrasi baik
pelayanan publik maupun non-pelayanan. Dalam usaha untuk melakukan percepatan
pencapaian terhadap sasaran program reformasi birokrasi, maka pemerintah
menuangkan program akselerasi tersebut dalam bentuk pilot project pencapaian
sasaran RB yaitu Zona Integritas yang tertuang dalam Permenpan RB nomor 52
tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas
Korupsi / Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Zona Integritas (ZI) adalah
predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya
mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/ WBBM melalui reformasi birokrasi,
khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan
publik.
Kementerian ESDM telah memperoleh 4 Unit
yang berpredikat WBK pada Tahun 2018, dan hal ini menjadi penyemangat bagi Unit
Kerja lainnya dalam meraih Predikat WBK dan menjadi booster bagi 4 unit tersebut untuk meraih Predikat WBBM.
Berdasarkan Analisis dan Evaluasi Penulis atas Situasi dan Kondisi Unit Kerja
di lingkungan KESDM, meraih Predikat WBK dan WBBM bukanlah sesuatu yang
mustahil namun perlu upaya nyata dari pimpinan dan adanya kesadaran seluruh
pegawai ASN dan Non-ASN di lingkungan KESDM untuk menegakkan Nilai-Nilai KESDM.
Namun, ada beberapa hal yang mungkin dapat diperbaiki demi pencapaian Predikat
WBK dan WBBM di lingkungan KESDM sesuai PerMenPAN-RB Nomor 52 Tahun 2014,
yaitu:
A. Aspek Manajemen
Perubahan
1.
Secara
Organisasi, KESDM belum menetapkan Budaya Organisasi atau Budaya Kerja di
lingkungan KESDM, meskipun demikian KESDM telah memiliki Nilai-Nilai KESDM
sebagaimana diatur dalam KepMEN ESDM Nomor 808 K/07/MEM/2015. KESDM dapat melakukan benchmark (studi tiru) dari Kementerian Keuangan yang telah
menetapkan Budaya Organisasi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 127 Tahun 2013 tentang Program Budaya di Lingkungan Kementerian
Keuangan dan Telah dinternalisasikan oleh Ditjen Perbendaharaan melalui Keputusan
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor : KEP-637/PB/2017 tentang GRAND DESIGN
BUDAYA ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN 2018-2020
2.
Secara
Organisasi, Belum seluruh Unit Kerja di lingkungan KESDM yang mencanangkan
Pembangunan Zona Integritas sehingga internalisasi ZI belum menyeluruh kepada
seluruh pegawai
3.
Secara
Individu, Beberapa ASN KESDM masih memiliki attitude
yang resisten terhadap Perubahan seperti resistensi atas mutasi pegawai karena
adanya benturan kepentingan, program rotasi dan mutasi internal yang sering
dilakukan pimpinan
4.
Secara
Individu, Beberapa Pimpinan Tinggi Madya/Pratama/Administrator/Pengawas/Jabatan
Fungsional Madya/Muda belum bertindak sebagai Role Model atau Panutan bagi
Stafnya baik dalam absensi, maupun dalam implementasi integritas sehingga
pelaksanaan pembangunan ZI tidak optimal diinternalisasikan kepada seluruh
pegawai
5.
Secara
Individu dan Organisasi, Agen Perubahan KESDM belum optimal diberdayakan sebagai
penggerak pegawai lainnya dalam membangun ZI di lingkungan unit kerjanya
masing-masing
B. Aspek Penataan Tata
Laksana
1. Secara Organisasi, Belum Seluruh unit
kerja di lingkungan KESDM yang telah mempublikasikan SOP Kegiatan Utamanya
terutama pelayanan publiknya sehingga penerima layanan memiliki kepastian pada
saat pengurusan ijin dan non-ijin di lingkungan KESDM;
2. Secara Organisasi, Belum Seluruh unit
kerja di lingkungan KESDM yang menggunakan teknologi informasi (online system)
untuk pemberian pelayanan publiknya baik ijin maupun perijinan;
3. Secara Organisasi, Sistem pengukuran
kinerja berbasis sistem informasi pada KESDM melalui aplikasi e-kinerja belum
optimal. Hal ini mempengaruhi nilai pembangunan ZI dan nilai SAKIP KESDM;
4. Secara Organisasi, Kebijakan terkait
PPID di lingkungan KESDM belum ditetapkan, namun telah ada aplikasi https://ppid.esdm.go.id. KESDM dapat melakukan benchmark
(studi tiru) dari Kementerian Keuangan yang telah menetapkan pedoman keterbukaan
informasi publik kementerian keuangan
sebagaimana diatur dalam PMK 200/PMK.01/2016;
5. Secara
Organisasi, KESDM belum melakukan Monev atas pelaksanaan kebijakan keterbukaan
informasi public. Hal ini dapat dilihat dari berbedanya informasi yang
disajikan dalam situs masing-masing Eselon I dibandingkan dengan informasi
public yang seharusnya disajikan sesuai situs https://ppid.esdm.go.id
6. Secara
Individu, masih ada ASN KESDM yang kurang berniat dalam melaksanakan tugas
fungsinya sesuai SOP dan mencoba mencari kesempatan untuk mendatangkan
pemasukan bagi dirinya pada saat pelaksanaan tugas dan fungsinya (atau sering
diistilahkan kalau bisa dibuat rumit, mengapa harus dibuat gampang?. Pemberi
Layanan dapat apa? Penerima Layanan berani bayar berapa?)
C. Aspek Penataan Sistem
Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Secara Organisasi, KESDM belum optimal
dalam menetapkan Pola Karir dan/atau Pola Mutasi dan/atau Manajemen Talenta di
lingkungan KESDM. KESDM dapat melakukan
benchmark (studi tiru) dari
Kementerian Keuangan yang telah menetapkan pedoman manajemen talenta
kementerian keuangan sebagaimana diatur
dalam PMK 60 /PMK.01/2016 dan pola mutasi jabatan karir kementerian
keuangan sebagaimana diatur dalam PMK 39/pmk.01/2009;
2. Secara
Organisasi, KESDM belum optimal melaksanakan aturan Pasal 190 ayat (1), (3),
dan (4) dalam PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Ada beberapa PNS KESDM
yang terkena mutasi dalam satu Instansi Pusat atau antar Instansi Pusat dalam
kurun waktu yang belum 2 tahun pada instansi awalnya namun ada beberapa PNS
yang belum terkena mutasi meskipun telah 5 tahun pada instansi awalnya
3. Secara
Organisasi, KESDM belum optimal dalam melaksanakan aturan Pasal 203 ayat (4)
dalam PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang berbunyi Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS
dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun
4. Secara
Organisasi, KESDM belum optimal dalam melaksanakan aturan Pasal 206 ayat (1)
dalam PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang berbunyi Untuk
menyusun rencana pengembangan kompetensi dilakukan analisis kesenjangan
kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja
5. Secara
Organisasi dan Individu, masih terdapat target Kinerja Individu yang tidak
terkait dengan kinerja organisasinya dan atasannya;
D. Aspek Penguatan
Akuntabilitas
1. Secara Organisasi, cascade kinerja dan penggunaan aplikasi e-kinerja belum optimal
2. Secara Individu, masih terdapat ASN
KESDM yang belum memahami akuntabilitas kinerja khususnya bagi penyusun laporan
kinerja dan penyusun RKA-KL.
E. Aspek Penguatan
Pengawasan
1. Secara Individu, ASN KESDM belum
sepenuhnya memahami gratifikasi dan kurangnya kesadaran dalam melaporkan
gratifikasi.
2. Secara Individu, ASN KESDM belum
membudayakan sadar risiko dan menerapkan kegiatan pengendalian dalam memitigasi
risiko pada saat pelaksanaan tugas dan fungsinya
3. Secara Individu dan Organisasi, ASN
KESDM belum sepenuhnya memahami dan mengimplementasikan upaya pencegahan dan
penanganan benturan kepentingan seperti penggunaan BMN untuk kepentingan
pribadi meskipun telah melalui surat resmi peminjaman kendaraan dinas
4. Secara Organisasi, KESDM belum memiliki
aplikasi untuk menampung seluruh pengaduan masyarakat dan dapat dintegrasikan
dengan aplikasi LAPOR. Namun, KESDM telah memiliki aplikasi whistleblowing
system untuk pengaduan berindikasikan TIPIKOR
5. Secara Organisasi dan Individu, masih
terdapat unit kerja yang tidak memantau kewajiban penyampaian LHKPN dan LHKASN
secara berkala sesuai peraturan yang berlaku
6. Secara Organisasi, masih terdapat saldo
temuan hasil pengawasan internal dan eksternal yang belum ditindaklanjuti
F. Aspek Peningkatan
Pelayanan Publik
1. Secara Organisasi, masih terdapat
beberapa unit kerja khususnya yang memberikan pelayanan publik baik perijinan
maupun non perijinan, belum bersertifikasi pelayanan publik internasional;
2. Secara Organisasi, masih terdapat Unit
kerja KESDM yang belum memiliki sistem reward
and punishment bagi pelaksana layanan serta pemberian kompensasi kepada
penerima layanan bila layanan tidak sesuai standar
3. Secara Individu, masih terdapat beberapa
Pemberi Layanan KESDM yang belum memperoleh diklat Pelayanan Prima dan/atau
Pelatihan Zona Integritas dan belum mengimplementasikan Pelayanan Prima.
PENUTUP
Selain
beberapa perbaikan diatas, masih ada Pekerjaan Rumah (PR) KESDM yang harus
dikerjakan sesuai Hasil Evaluasi Tim Penilai Nasional melalui Surat KeMenPAN-RB
Nomor B/54/PW.04/2019 tanggal 12 Maret 2019 Hal Hasil Evaluasi Pelaksanaan
Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM, yaitu:
1. Menginternalisasikan budaya integritas
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, agar benar-benar menjadi budaya yang
melekat dalam setiap individu pegawai sehingga pelaksanaan pembangunan zona
integritas dapat terus dilaksanakan secara konsisten
2. Menugaskan Agent of Change/role model
dengan target-target perubahan nyata pada masing-masing unit kerja
3. Menyusun Peta Bisnis Proses yang
menggambarkan keterkaitan proses kerja antar unit kerja/bagian
4. Menyempurnakan ukuran kinerja organisasi
dan individu yang berorientasi hasil dan menerapkan penerapan PK berjenjang
hingga ke level jabatan paling rendah
5. Melakukan monitoring dan evaluasi atas
implementasi atas rencana aksi pembangunan ZI, Pemanfaatan TI baik dalam
pengukuran kinerja, operasionalisasi SDM maupun pemberian pelayanan public,
Pola Rotasi dan Mutasi serta pengembangan SDM Aparatur yang dikaitkan dengan
peningkatan kinerja, Sistem Pengawasan seperti pengendalian Gratifikasi,
Penerapan SPIP, Pengaduan Masyarakat, Whistle Blowing System, dan Penanganan
Benturan Kepentingan
6. Melakukan Survei secara berkala dengan
tools yang digunakan untuk mengukur Indeks Persepsi Anti Korupi dan indeks
Pelayanan Publik sehingga dapat mengurangi gap nilai surbei serta hasil survey
dapat digunakan untuk meningkatkan integritas para pegawai serta kualitas
layanan secara berkelanjutan
7. Meningkatkan pemahaman seluruh unit
kerja tentang pentingnya penerapan reformasi birokrasi di masing-masing unit
kerja dalam rangka mendorong percepatan reformasi birokrasi di KESDM;
8. Pimpinan Unit Eselon I agar mendorong
penguatan komitmen dari para pimpinan unit kerja dibawahnya untuk melakukan
upaya perubahan. Selanjutnya gagasan perubahan kea rah perbaikan ini agar
diinternalisasi kepada seluruh anggota unit kerja sehingga gerakan perbaikan
ini dapat diikuti oleh seluruh pegawai
9. Memperkuat kapasitasn Inspektorat untuk
mendorong pelaksanan ZI di seluruh unit kerja KESDM serta mengurangi
disparitas/gap dalam penilaian evaluasi ZI menuju WBK/WBBM
10. Memperbaiki strategi Komunikasi dari
Setiap unit kerja untuk meningkatkan kedekatan mereka dengan masyarakat atau
pemangku kepentingan. Penguatan strategi komunikasi ini diharapkan mampu
menjelaskan kepada masyarakat atas berbagai upaya perbaikan yang telah
dilakukan oleh unit kerja dalam meningkatkan kualitas layanan maupun
meningkatkan integritas organisasi
Referensi
PP No 11 Tahun 2017
PerMen PAN-RB Nomor 52
Tahun 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar