Rabu, 10 Juli 2019

[OPINI] HALO ESDM, APAKAH SUDAH OPTIMAL MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS?


HALO ESDM,
APAKAH SUDAH OPTIMAL DALAM KOMITMEN MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS?
Oleh: Junius Simbolon, S.T., M.T.

PENDAHULUAN
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Kementerian ESDM telah mencanangkan Pembangunan ZI sejak tanggal 14 Desember 2012 dengan penandatanganan piagam pembangunan ZI. Namun, upaya pembangunan ini hibernasi ketika ada penindakan atas tindak pindak korupsi (TIPIKOR) oleh Pejabat dan Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan KESDM pada tahun 2015. Sesuai aturan dalam Peraturan MenPAN-RB Nomor 52 Tahun 2014 bahwa Penetapan predikat WBK berlaku sesuai yang tertera dalam Surat Keputusan pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan, dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya terdapat kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator bebas dari korupsi. Jadi, ada 2 kunci penting dalam pembangunan ZI, yaitu Pencegahan Korupsi dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Seluruh Upaya Penataan dan Penguatan yang dilakukan dalam rangka pencegahan korupsi sehingga dikedepankan prinsip transparansi dan/atau akuntabilitas. Oleh karena itu, perlu diintensifkan kembali upaya sosialisasi anti korupsi oleh Inspektorat Jenderal dan Biro Sumber Daya Manusia bersama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia perlu menggalakkan pengembangan kompetensi melalui diklat/workshop tentang anti korupsi, salah satunya melalui pelatihan Zona Integritas.
ZI hendaknya diawali dengan pemahaman atas Korupsi dan cara mencegah atau memitigasinya. Selaku Birokrasi yang menyelenggarakan pemerintahan urusan sumber daya mineral, KESDM berhubungan langsung dengan Stakeholder berupa Badan Usaha dan/atau Publik sehingga ada potensi penyalahgunaan wewenang atau peluang untuk Korupsi. Idealnya, KESDM mulai kembali membangun ZI sejak tahun 2016 setelah adanya permasalahan TIPIKOR yang melanda KESDM. Ada beberapa titik rawan korupsi pada KESDM yaitu Pengadaan barang dan Jasa dan Bagian Perizinan. Contohnya pada Sektor Hulu Migas, celah korupsi dapat terjadi:
1.      Penyampaian klaim Cost Recovery yang masih Offline dan kewenangannya oleh SKK Migas
2.      lelang lapangan atau wilayah kerja (WK) migas, namun saat ini telah Online
3.      penjualan minyak mentah bagian negara
4.      kegiatan perpanjangan perizinan
5.      kegiatan perpanjangan kontrak blok atau WK migas
6.      kegiatan alokasi dan pricing (penentuan harga) gas
7.      kegiatan penunjukan atau penentuan pemenang tender kegiatan usaha supporting (penunjang/jasa) kegiatan hulu migas, dengan indikasi masih ada Upeti kepada Pengusaha Lokal.


Hal ini telah dimitigasi oleh KESDM melalui beberapa upaya, diantaranya adalah:
1.      E-Lelang Wilayah Kerja Migas
2.      Perbaikan Regulasi Migas
3.      Penyederhanaan Perizinan dan Perizinan Online
4.      Whistleblowes System ESDM Online
5.      Koordinasi dan Supervisi Energi
6.      Sinergi KPK RI dan KESDM dalam penyusunan Regulasi
7.      Penghargaan dan Sosialisasi
Namun, perlu dilakukan lagi upaya Penataan dan Penguatan pada aspek non pelayanan publik sehingga benar-benar terbangun Zona Integritas baik pada tingkatan organisasi maupun tingkatan individu.

ANALISIS DAN EVALUASI
Pemahaman Awal terjadinya Korupsi adalah karena adanya Kesempatan (Opportunity), Rasionalisasi (rationalization) dan Tekanan (Pressure) sesuai Fraud Triangle sebagai berikut:









Kesempatan (Opportunity Triangle) terbagi atas:
1.      Conserve fraud (melestarikan korupsi)
2.      Conceal fraud (menyembunyikan korupsi)
3.      Commit fraud (melakukan korupsi)
Seseorang dapat melakukan Korupsi ketika ada kesempatan untuk melaksanakan, menyembunyikan dan melestarikan Korupsi, biasanya karena ada kewenangan pada Pelaku Korupsi tersebut. Sebagai Contoh adalah PPK dapat membelanjakan uang untuk kepentingan Pribadi namun menyembunyikan korupsinya melalui bukti perjanjian yang fiktif, barang yang fiktif, dan dokumentasi yang fiktif. Ketika PPK melakukan hal tersebut, PPK bersama-sama pengelola APBN lainnya dan ini sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh Pengelola APBN untuk mendanai kegiatan yang tidak ada alokasi anggarannya.

Rasionalisasi (rationalization Triangle) terbagi atas :
1.      Justification  (Pembenaran)
2.      Attitude (Kebiasaan/Tingkah Laku)
3.      Lack of Personel Integrity (Kurangnya integritas Pribadi)
Seseorang dapat melakukan Korupsi ketika ada alasan logis yang dapat dibenarkan menurut pendapatnya, adanya suatu kebiasaan yang berlaku pada suatu instansi dan kurangnya integritas pada pribadi orang tersebut. Contohnya adalah perilaku biaya perjalanan dinas yang Double Cost didanai oleh APBN dan Non-APBN oleh Badan Usaha. Hal ini dapat dilakukan oleh ASN ketika dia berpandangan bahwa negara tidak dirugikan karena tidak double-cost dari APBN dan ASN merasa bahwa remunerasinya dari Kantor masih belum memadai untuk memenuhi keinginannya, biasa dilakukan ASN Senior dan karena kurangnya integritas.

Tekanan (Pressure) terbagi atas:
1.      Employee Pressure Triangle (Tiga Tekanan Pegawai) , yaitu Financial (Keuangan), Emotional (Emosi) dan Life Style (Gaya Hidup)
Seseorang dapat melakukan Korupsi ketika dia memiliki hutang atau biaya pengobatan yang besar dan harus segera dilunasi, adanya sikap yang tidak pernah merasa cukup dan selalu merasa kurang dan karena memiliki gaya hidup yang mewah atau suka berwisata yang mengeluarkan biaya besar.
2.      Financial Statement Pressure Triangle (Tiga Tekanan Penyataan Keuangan Instansi), yaitu Financial (Keuangan), Industry Condition (Kondisi Instansi), Management Characteristic (Karakteristik Manajemen).
Instansi dapat melakukan Korupsi ketika instansi sedang menghadapi kondisi akan pailit atau memiliki laba operasional yang terlalu tinggi, kondisi instansi yang mendesak dan butuh terobosan yang memerlukan upaya diluar kebiasaan seperti suap pada penyelenggara negara, dan memang adanya kebiasaan pada instansi yang menghalalkan segala macam cara untuk meraih tujuannya.
Pendapat lain menyatakan bahwa Korupsi dapat terjadi adanya Kesempatan, Kurangnya Kontrol (Pengawasan) dan Adanya Niat (Itikad Jahat) sesuai formula sederhana dibawah ini:





Oleh karena itu, Pembangunan Zona Integritas (ZI) dalam rangka Mengurangi Kesempatan dan Niat Jahat untuk Korupsi dan Meningkatkan Kontrol atau Pengawasan dalam seluruh aspek birokrasi baik pelayanan publik maupun non-pelayanan. Dalam usaha untuk melakukan percepatan pencapaian terhadap sasaran program reformasi birokrasi, maka pemerintah menuangkan program akselerasi tersebut dalam bentuk pilot project pencapaian sasaran RB yaitu Zona Integritas yang tertuang dalam Permenpan RB nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi / Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/ WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kementerian ESDM telah memperoleh 4 Unit yang berpredikat WBK pada Tahun 2018, dan hal ini menjadi penyemangat bagi Unit Kerja lainnya dalam meraih Predikat WBK dan menjadi booster bagi 4 unit tersebut untuk meraih Predikat WBBM. Berdasarkan Analisis dan Evaluasi Penulis atas Situasi dan Kondisi Unit Kerja di lingkungan KESDM, meraih Predikat WBK dan WBBM bukanlah sesuatu yang mustahil namun perlu upaya nyata dari pimpinan dan adanya kesadaran seluruh pegawai ASN dan Non-ASN di lingkungan KESDM untuk menegakkan Nilai-Nilai KESDM. Namun, ada beberapa hal yang mungkin dapat diperbaiki demi pencapaian Predikat WBK dan WBBM di lingkungan KESDM sesuai PerMenPAN-RB Nomor 52 Tahun 2014, yaitu:
A. Aspek Manajemen Perubahan
1.      Secara Organisasi, KESDM belum menetapkan Budaya Organisasi atau Budaya Kerja di lingkungan KESDM, meskipun demikian KESDM telah memiliki Nilai-Nilai KESDM sebagaimana diatur dalam KepMEN ESDM Nomor 808 K/07/MEM/2015. KESDM dapat melakukan benchmark (studi tiru) dari Kementerian Keuangan yang telah menetapkan Budaya Organisasi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 127 Tahun 2013 tentang Program Budaya di Lingkungan Kementerian Keuangan dan Telah dinternalisasikan oleh Ditjen Perbendaharaan melalui Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor : KEP-637/PB/2017 tentang GRAND DESIGN BUDAYA ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN 2018-2020
2.      Secara Organisasi, Belum seluruh Unit Kerja di lingkungan KESDM yang mencanangkan Pembangunan Zona Integritas sehingga internalisasi ZI belum menyeluruh kepada seluruh pegawai
3.      Secara Individu, Beberapa ASN KESDM masih memiliki attitude yang resisten terhadap Perubahan seperti resistensi atas mutasi pegawai karena adanya benturan kepentingan, program rotasi dan mutasi internal yang sering dilakukan pimpinan
4.      Secara Individu, Beberapa Pimpinan Tinggi Madya/Pratama/Administrator/Pengawas/Jabatan Fungsional Madya/Muda belum bertindak sebagai Role Model atau Panutan bagi Stafnya baik dalam absensi, maupun dalam implementasi integritas sehingga pelaksanaan pembangunan ZI tidak optimal diinternalisasikan kepada seluruh pegawai
5.      Secara Individu dan Organisasi, Agen Perubahan KESDM belum optimal diberdayakan sebagai penggerak pegawai lainnya dalam membangun ZI di lingkungan unit kerjanya masing-masing
B. Aspek Penataan Tata Laksana
1.      Secara Organisasi, Belum Seluruh unit kerja di lingkungan KESDM yang telah mempublikasikan SOP Kegiatan Utamanya terutama pelayanan publiknya sehingga penerima layanan memiliki kepastian pada saat pengurusan ijin dan non-ijin di lingkungan KESDM;
2.      Secara Organisasi, Belum Seluruh unit kerja di lingkungan KESDM yang menggunakan teknologi informasi (online system) untuk pemberian pelayanan publiknya baik ijin maupun perijinan;
3.    Secara Organisasi, Sistem pengukuran kinerja berbasis sistem informasi pada KESDM melalui aplikasi e-kinerja belum optimal. Hal ini mempengaruhi nilai pembangunan ZI dan nilai SAKIP KESDM;
4.    Secara Organisasi, Kebijakan terkait PPID di lingkungan KESDM belum ditetapkan, namun telah ada aplikasi https://ppid.esdm.go.id. KESDM dapat melakukan benchmark (studi tiru) dari Kementerian Keuangan yang telah menetapkan pedoman keterbukaan informasi publik kementerian keuangan  sebagaimana diatur dalam PMK 200/PMK.01/2016;
5.    Secara Organisasi, KESDM belum melakukan Monev atas pelaksanaan kebijakan keterbukaan informasi public. Hal ini dapat dilihat dari berbedanya informasi yang disajikan dalam situs masing-masing Eselon I dibandingkan dengan informasi public yang seharusnya disajikan sesuai situs https://ppid.esdm.go.id
6.    Secara Individu, masih ada ASN KESDM yang kurang berniat dalam melaksanakan tugas fungsinya sesuai SOP dan mencoba mencari kesempatan untuk mendatangkan pemasukan bagi dirinya pada saat pelaksanaan tugas dan fungsinya (atau sering diistilahkan kalau bisa dibuat rumit, mengapa harus dibuat gampang?. Pemberi Layanan dapat apa? Penerima Layanan berani bayar berapa?)

C. Aspek Penataan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia
1.    Secara Organisasi, KESDM belum optimal dalam menetapkan Pola Karir dan/atau Pola Mutasi dan/atau Manajemen Talenta di lingkungan KESDM. KESDM dapat melakukan benchmark (studi tiru) dari Kementerian Keuangan yang telah menetapkan pedoman manajemen talenta kementerian keuangan  sebagaimana diatur dalam PMK 60 /PMK.01/2016 dan pola mutasi jabatan karir kementerian keuangan  sebagaimana diatur dalam PMK 39/pmk.01/2009;
2.    Secara Organisasi, KESDM belum optimal melaksanakan aturan Pasal 190 ayat (1), (3), dan (4) dalam PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Ada beberapa PNS KESDM yang terkena mutasi dalam satu Instansi Pusat atau antar Instansi Pusat dalam kurun waktu yang belum 2 tahun pada instansi awalnya namun ada beberapa PNS yang belum terkena mutasi meskipun telah 5 tahun pada instansi awalnya
3.    Secara Organisasi, KESDM belum optimal dalam melaksanakan aturan Pasal 203 ayat (4) dalam PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang berbunyi Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun
4.    Secara Organisasi, KESDM belum optimal dalam melaksanakan aturan Pasal 206 ayat (1) dalam PP No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang berbunyi Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja
5.    Secara Organisasi dan Individu, masih terdapat target Kinerja Individu yang tidak terkait dengan kinerja organisasinya dan atasannya;


D. Aspek Penguatan Akuntabilitas
1.    Secara Organisasi, cascade kinerja dan penggunaan aplikasi e-kinerja belum optimal
2.    Secara Individu, masih terdapat ASN KESDM yang belum memahami akuntabilitas kinerja khususnya bagi penyusun laporan kinerja dan penyusun RKA-KL.

E. Aspek Penguatan Pengawasan
1.    Secara Individu, ASN KESDM belum sepenuhnya memahami gratifikasi dan kurangnya kesadaran dalam melaporkan gratifikasi.
2.    Secara Individu, ASN KESDM belum membudayakan sadar risiko dan menerapkan kegiatan pengendalian dalam memitigasi risiko pada saat pelaksanaan tugas dan fungsinya
3.    Secara Individu dan Organisasi, ASN KESDM belum sepenuhnya memahami dan mengimplementasikan upaya pencegahan dan penanganan benturan kepentingan seperti penggunaan BMN untuk kepentingan pribadi meskipun telah melalui surat resmi peminjaman kendaraan dinas
4.    Secara Organisasi, KESDM belum memiliki aplikasi untuk menampung seluruh pengaduan masyarakat dan dapat dintegrasikan dengan aplikasi LAPOR. Namun, KESDM telah memiliki aplikasi whistleblowing system untuk pengaduan berindikasikan TIPIKOR
5.    Secara Organisasi dan Individu, masih terdapat unit kerja yang tidak memantau kewajiban penyampaian LHKPN dan LHKASN secara berkala sesuai peraturan yang berlaku
6.    Secara Organisasi, masih terdapat saldo temuan hasil pengawasan internal dan eksternal yang belum ditindaklanjuti

F. Aspek Peningkatan Pelayanan Publik
1.    Secara Organisasi, masih terdapat beberapa unit kerja khususnya yang memberikan pelayanan publik baik perijinan maupun non perijinan, belum bersertifikasi pelayanan publik internasional;
2.    Secara Organisasi, masih terdapat Unit kerja KESDM yang belum memiliki sistem reward and punishment bagi pelaksana layanan serta pemberian kompensasi kepada penerima layanan bila layanan tidak sesuai standar
3.    Secara Individu, masih terdapat beberapa Pemberi Layanan KESDM yang belum memperoleh diklat Pelayanan Prima dan/atau Pelatihan Zona Integritas dan belum mengimplementasikan Pelayanan Prima.



PENUTUP
Selain beberapa perbaikan diatas, masih ada Pekerjaan Rumah (PR) KESDM yang harus dikerjakan sesuai Hasil Evaluasi Tim Penilai Nasional melalui Surat KeMenPAN-RB Nomor B/54/PW.04/2019 tanggal 12 Maret 2019 Hal Hasil Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM, yaitu:
1.    Menginternalisasikan budaya integritas dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, agar benar-benar menjadi budaya yang melekat dalam setiap individu pegawai sehingga pelaksanaan pembangunan zona integritas dapat terus dilaksanakan secara konsisten
2.    Menugaskan Agent of Change/role model dengan target-target perubahan nyata pada masing-masing unit kerja
3.    Menyusun Peta Bisnis Proses yang menggambarkan keterkaitan proses kerja antar unit kerja/bagian
4.    Menyempurnakan ukuran kinerja organisasi dan individu yang berorientasi hasil dan menerapkan penerapan PK berjenjang hingga ke level jabatan paling rendah
5.    Melakukan monitoring dan evaluasi atas implementasi atas rencana aksi pembangunan ZI, Pemanfaatan TI baik dalam pengukuran kinerja, operasionalisasi SDM maupun pemberian pelayanan public, Pola Rotasi dan Mutasi serta pengembangan SDM Aparatur yang dikaitkan dengan peningkatan kinerja, Sistem Pengawasan seperti pengendalian Gratifikasi, Penerapan SPIP, Pengaduan Masyarakat, Whistle Blowing System, dan Penanganan Benturan Kepentingan
6.    Melakukan Survei secara berkala dengan tools yang digunakan untuk mengukur Indeks Persepsi Anti Korupi dan indeks Pelayanan Publik sehingga dapat mengurangi gap nilai surbei serta hasil survey dapat digunakan untuk meningkatkan integritas para pegawai serta kualitas layanan secara berkelanjutan
7.    Meningkatkan pemahaman seluruh unit kerja tentang pentingnya penerapan reformasi birokrasi di masing-masing unit kerja dalam rangka mendorong percepatan reformasi birokrasi di KESDM;
8.    Pimpinan Unit Eselon I agar mendorong penguatan komitmen dari para pimpinan unit kerja dibawahnya untuk melakukan upaya perubahan. Selanjutnya gagasan perubahan kea rah perbaikan ini agar diinternalisasi kepada seluruh anggota unit kerja sehingga gerakan perbaikan ini dapat diikuti oleh seluruh pegawai
9.    Memperkuat kapasitasn Inspektorat untuk mendorong pelaksanan ZI di seluruh unit kerja KESDM serta mengurangi disparitas/gap dalam penilaian evaluasi ZI menuju WBK/WBBM
10.  Memperbaiki strategi Komunikasi dari Setiap unit kerja untuk meningkatkan kedekatan mereka dengan masyarakat atau pemangku kepentingan. Penguatan strategi komunikasi ini diharapkan mampu menjelaskan kepada masyarakat atas berbagai upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh unit kerja dalam meningkatkan kualitas layanan maupun meningkatkan integritas organisasi

Referensi
PP No 11 Tahun 2017
PerMen PAN-RB Nomor 52 Tahun 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(OPINI) USULAN PERUBAHAN DARI, OLEH, UNTUK ITJEN KESDM

 SALAM GGCG (GOOD GOVERNANCE AND CLEAN GOVERNMENT) Reformasi Birokrasi Kementerian ESDM telah meningkat secara bertahap (konsisten naik) sej...